Senin, 31 Januari 2011

Pasar Tradisional, Memberdayakan Masyarakat Ekonomi Lemah


Menjamurnya pasar-pasar moderen belakangan ini menjadi ancaman serius bagi masyarakat yang menggantungkan kehidupan ekonominya sebagai pedagang di pasar-pasar tradisional. Tak hanya para pedagang, tukang becak, kuli panggul, hingga pedagang asongan juga akan terkena dampaknya. Mereka yang tergolong masyarakat ekonomi lemah ini, seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah dalam menerapkan kebijakan terkait keberadaan pasar.
Keberadaan pasar seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan ekonomi tetapi juga menjadi sarana kegiatan social kemasyarakatan. Di sanalah terjadi proses tawar menawar barang yang menciptakan interaksi social antar masyarakat. Berbeda halnya dengan kebanyakan pasar moderen yang ada sekarang, semua harga sudah ditentukan. Proses tawar menawar sudah tidak berlaku sehingga interaksi social masyarakat semakin berkurang. Hal ini berdampak tidak langsung terhadap tingkat kepedulian antara sesama masyarakat.
Sebuah pasar tradisional yang di dalamnya terdiri dari puluhan bahkan mungkin ratusan masyarakat dengan berbagai macam profesi seperti pedagang, tukang becak, kuli panggul, pedagang asongan, dsb. Mereka yang kebanyakan tergolong kedalam masyarakat ekonomi lemah, sangat menggantungkan kehidupan ekonominya di pasar tradisional. Tak bisa dibayangkan bagaimana jika pasar tradisional yang menjadi tempat tumpuan hidup tiba-tiba ditutup karena kalah bersaing dengan pasar-pasar moderen yang tumbuh subur ibarat jamur di musim hujan. Akan ada banyak masyarakat yang semakin menderita. Angka pengangguran dan angka kemiskinan juga akan semakin meningkat. Oleh karena itu, dituntut keaktifan peran pemerintah dalam melindungi pasar tradisional agar tidak punah.
Salah satu langkah tepat yang seharusnya dilaksanakan pemerintah adalah dengan membatasi jumlah pasar moderen. Data yang berhasil dihimpun oleh AC Nielsen tahun 2006 menyebutkan bahwa pertumbuhan keberadaan pasar moderen mencapai angka 31,4 persen per tahun. Hal ini berbanding terbalik dengan keberadaan pasar tradisional yang mengalami penurunan yakni sebesar 8,1 persen per tahun. Bahkan menurut ketua DPW Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) DKI Jakarta, Suhendro, ada sebanyak 8 pasar tradisional yang ditutup di DKI Jakarta. Hal ini membuktikan bahwa masih lemahnya tindakan pemerintah untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional terhadap pasar moderen.
Pemerintah juga bisa memberlakukan kebijakan jam buka terhadap pasar-pasar moderen. Jangan dibiarkan pasar-pasar moderen seperti indomaret atau alfa mart membuka tokonya 24 jam non stop, karena hal ini akan sangat berdampak terhadap keberlangsungan pasar-pasar tradisional yang berada di sekitarnya. Pengaturan tata letak pasar juga harus diperhatikan, jangan sampai di suatu lokasi yang berdekatan ada banyak  pasar moderen yang mengepung pasar tradisional. 
Semua ini kembali kepada pemerintah, jika ingin tetap memberdayakan masyarakat ekonomi lemah melalui keberadaan pasar tradisional maka secepatnyalah membuat peraturan yang bisa melindungi pasar tradisional dari kepunahan. Pasar tradisional mungkin tidak memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan daerah dibanding pasar moderen, tetapi ada hal yang lebih penting dari itu, puluhan bahkan ratusan orang bergantung pada pasar tradisional dalam rangka untuk bertahan hidup.

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...