Selasa, 25 Januari 2011

NIKAH MUDA atau SEKS BEBAS ?


               Sungguh sangat memilukan, sebanyak 51 % remaja di Jabodetabek telah melakukan seks bebas. Itu artinya dari 100 remaja, 51 sudah tidak perawan lagi. Data yang berhasil dihimpun pada tahun 2010 oleh Badan Koordinasi Berencana Nasional (BKKBN) ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi kita semua. Bukan hanya di Jabodetabek, seks bebas juga dilakukan oleh remaja di beberapa wilayah Indonesia. Misalnya saja di Bandung tercatat 47%, di Medan 52 %, dan yang paling tinggi yakni di Surabaya sebesar 54%. Bagaimana dengan kehamilan yang tidak diinginkan ? Sebuah penelitian di Yogyakarta menunjukkan bahwa dari 1.160 mahasiswa, sekitar 37 % mengalami kehamilan sebelum menikah.

              Angka-angka di atas belum sepenuhnya mewakili keadaan yang sebenarnya karena fenomena ini seperti fenomena gunung es. Hanya permukaannya saja yang terlihat, namun di bawahnya masih menjadi misteri. Bisa saja angka-angkanya jauh melebihi dari apa yang kita duga, sebab hal ini merupakan sebuah aib yang mesti dijaga dan dirahasiakan oleh para pelaku seks bebas.
              Di beberapa negara barat yang memiliki kebebasan penuh terhadap hak-hak pribadi, mungkin fenomena ini bukan suatu masalah serius. Melakukan tindakan-tindakan yang berbau seks di muka umum adalah hal yang wajar dilakukan atau bahkan sudah menjadi budaya masyarakat setempat sehingga tidak perlu dikhawatirkan baik oleh keluarga, pemerintah , maupun masyarakat. Berbeda halnya dengan negara-negara yang masih menganut budaya ketimuran seperti Indonesia. Fenomena seks bebas merupakan masalah serius yang harus segera ditangani karena hal ini akan mengancam masa depan Indonesia.
              Seks sebenarnya bukan suatu masalah tapi anugerah. Yang menjadi masalah adalah bagaimana menyalurkan seks dengan cara yang tepat agar bisa menjadi anugerah. Caranya adalah dengan bersegera menikah. 
              Bagi beberapa orang di beberapa tempat, mungkin nikah muda atau nikah di usia muda adalah fenomena yang jarang dilakukan. Hal ini biasanya terkait dengan prinsip hidup yang telah lama dipegang atau bisa juga terkait dengan budaya setempat. Orang-orang yang tinggal di perkotaan biasanya mempunyai prinsip untuk menunda pernikahan sebelum memperoleh pekerjaan atau ingin meniti karier setinggi-tingginya sebelum terbelenggu dengan yang namanya pernikahan. Hal ini tidaklah salah. Namun terkadang orang yang berprinsip seperti ini terjebak ke dalam perilaku seks bebas untuk menyalurkan hasrat seksualnya. 
              Seks merupakan kebutuhan bagi setiap orang dewasa, sehingga harus dipenuhi dengan cara yang bijaksana. Maraknya seks bebas yang belakangan terjadi di Indonesia merupakan implikasi dari pemenuhan seks secara tidak bijaksana. Remaja yang merupakan masa dimana mulai matangnya organ-organ seksual berusaha memenuhi hasrat seksualnya dengan berbagai macam cara sehingga keluarga, masyarakat, maupun pemerintah perlu membimbingnya agar hasrat seksual itu bisa disalurkan sesuai dengan adat dan norma yang berlaku di masyarakat yakni melalui pernikahan.

              Ada berbagai macam pendapat dan pandangan para ahli terkait dengan nikah muda. Ahli medis mengatakan bahwa nikah muda akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan ibu dan bayi yang dikandung; ahli demografi mengatakan bahwa nikah muda menyebabkan tingginya angka kematian ibu; ahli psikologis mengatakan bahwa nikah muda menyebabkan gangguan mental pada ibu, dsb. Terlepas dari hal itu, penulis memandang bahwa nikah muda adalah sebuah pilihan yang tidak terlepas dari berbagai resiko. Namun resiko yang diambil tentunya lebih kecil bila dibandingkan dengan membiarkan diri berlama-lama berstatus “single” sehingga berpeluang besar untuk melakukan perilaku seks bebas yang resikonya juga tentu lebih besar.    
              Di beberapa daerah khususnya pedesaan, fenomena nikah muda bukan sesuatu yang tabu. Hal ini karena nikah muda sudah menjadi budaya desa setempat. Tidak sedikit wanita usia 15 tahun yang sudah mempunyai bayi, bahkan terkadang sudah punya balita. Mengenai psikologis dan kesehatan, ternyata mereka baik-baik saja. Begitupun dengan bayinya. Hal ini karena lingkungan dan budaya setempat yang membuat mereka matang secara biologis dan psikologis lebih awal walaupun usia mereka masih belasan tahun.

              Namun, fenomena nikah muda lambat laun terkikis oleh adanya budaya barat yang mulai masuk ke sendi-sendi kehidupan. Anak-anak muda sekarang lebih suka melakukan seks bebas dibanding nikah muda. Adanya pergeseran-pergeseran nilai ini menyebabkan meningkatnya angka remaja yang sudah tidak perawan, angka kehamilan sebelum pernikahan, dan angka aborsi.   
              Oleh karena itu, penulis berharap kepada semua pihak baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat untuk saling bahu-membahu mengatasi maraknya perilaku seks bebas di Indonesia khususnya kalangan remaja. Pemerintah diharapkan membuat program yang mendukung kaum muda untuk bersegera menikah. Masyarakat dan keluarga pun diharapkan mampu membimbing kaum muda untuk diarahkan menikah di usia muda karena resiko untuk terjebak kearah perilaku seks bebas semakin kecil.

1 komentar:

herizal alwi mengatakan...

Menjamurnya lokalisasi, warung remang-remang, hotel “short time” atau losmen “esek-esek”, salon plus plus, panti pijat plus, sauna plus, karaoke plus plus, atau diskotek dengan layanan khusus/VIP, setidaknya bisa dijadikan cermin perilaku (seks) masyarakat kita. Layaknya hukum dagang yang mengacu pada permintaan dan penawaran, demikian juga yang terjadi dalam layanan plus-plus. Tingginya jumlah pria hidung belang, maka menjamur pula wanita jalang pemburu uang.

“Industri” seks pun merambah berbagai profesi: kapster, SPG, conter girl, sales marketing, hostes, caddy, bartender, waitress restoran, scoregirl, sekretaris, fotomodel, peragawati, artis, mahasiswi hingga siswi, siap menjadi gadis-gadis order, yang siap “dibawa” para “kumbang”.

Terjunnya mereka di dunia seks komersial umumnya dilatarbelakangi ekonomi, meski ada juga yang awalnya yang “terlanjur” karena pernah jadi korban “lelaki”. Bahkan, faktanya dalam hal melacurkan diri ini, kini bukan hanya persoalan perut, bukan soal “menafkahi” keluarga, namun sudah perkara memenuhi gaya hidup. Hedonisme menjadikan mereka memburu kesenangan belaka. Asal bisa gonta ganti hp dan kendaraan, membeli busana bermerek dan aksesori mahal, mereka rela mengorbankan kehormatan diri atau menjadi simpanan bos-bos dan om-om.

Tuturan di atas baru sebatas “jual beli”. Yang melakukan seks atas dasar suka sama suka, sex just for fun, atau sekadar mencari kepuasan pribadi, tentunya lebih banyak. Remaja/wanita hamil di luar nikah ada di kanan kiri kita, perselingkuhan sudah sering kita dengar, video mesum juga sudah bukan berita heboh lagi. Masyarakat seakan sudah abai atau malah justru permisif. Jika dahulu orang tua seperti dicoreng aibnya ketika anak perempuannya hamil di luar nikah, sekarang banyak orang tua yang justru bersikap biasa saja, bahkan cuek.

Pacaran zaman sekarang juga jauh lebih “canggih”, karena remaja sekarang lebih paham tentang hal-hal yang terkait reproduksi, bahkan paham bagaimana menghindari cara dan waktu berhubungan seks yang berpotensi kehamilan.

Tak berhenti hingga di sini. Seks bebas juga berkembang menjadi perilaku seks menyimpang: pesta seks, arisan seks, private party, incest (hubungan seks sedarah), hingga homoseksual. Lebih ironis, komunitas “maho” (manusia homo) berkedok demokrasi seks malah melembaga di negeri ini, mewujud dalam organisasi GAYa NUSANTARA.

Padahal, yang namanya kasus-kasus menyimpang soal seks seperti fenomena gunung es; di permukaan saja sudah memiriskan hati, apalagi yang tidak tampak. Perkembangan teknologi (TV, internet, HP, dsb) yang mengekspos budaya mempertontonkan aurat menjadi sarana “ampuh” dalam menimbun hasrat seksual para remaja. Alih-alih disalurkan pada tempatnya (baca: menikah), yang terjadi, kejahatan seksual seperti pemerkosaan dan sodomi, malah merebak di mana-mana.

Sistem pendidikan yang menempatkan agama sebagai suplemen, menjadikan anak bangsa ini miskin ilmu dan iman. Hal ini juga didukung dengan lemahnya pengawasan orang tua dan minimnya amar ma’ruf nahi mungkar.

Ironi memang sedemikian bebasnya seks bebas di negeri yang mayoritas muslim ini. Bagi orang tua yang membiarkan putrinya bebas bergaul dengan laki-laki, bagi “ustadz-ustadz cinta” yang menghalalkan pacaran, bagi “dai-dai gaul” yang diam seribu bahasa dengan maraknya perzinaan di negeri ini, sadarlah, seks bebas mengepung kita!

Komentar:

Hendaklah kita bertaqwa kepada Allah, kemudian membentengi diri dan keluarga kita dari perbuatan keji dan mungkar. Ya Allah jauhkanlah kami dan keluarga kami dari perbuatan keji dan mungkar, baik yang nampak maupun yang tersembunyi.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...